Alarm tanda bahaya itu mengalun dalam kepala. Aku sudah dipenghujung jalan. Tak ada pembelaan lagi untuk membenarkan tindakan. Semua kebohongan terungkap. Yang ku sembunyikan dengan amat rapat telah tersingkap. Aku menjadi terdakwa atas kebodohanku sendiri. Keputusan bukan lagi padaku. Tapi pada ‘mereka’ yang tak memberi restu.
Pagi itu tatapan mentari cukup
terik, menyinari beberapa bagian tubuh sehingga terpapar hangat yang di pancar
kan. Seolah mentari itu berkata bahwa dia bukan yang terbaik bagi mu. Mungkin
dia lebih bahagia dengan orang yang lebih baik dari mu. Namun masih jadi
pertanyaan hingga saat ini, di mana letak kesalahan yang terjadi ? Apa iya dia
bukan orang yang pantas untuk ku ?
Awal nya tidak ada keraguan untuk
melangkah, memulai dengan wajah ceriah dan berjanji untuk hidup bersama.
Tatapan itu seolah masih terbayang, di mana
kata janji terucap dari mulut untuk saling mengerti dan ada di saat
sedang membutuhkan. Itu terucap sendiri dari bibir manis mu, seolah meyakinkan
ku bahwa kamu lah yang akan menjadi orang pertama dan orang yang terakhir dalam
hidup ini.
1 Tahun berlalu masa-masa itu,
namun belum ada tanda-tanda kesulitan yang terjadi. Masih terpapar jelas
senyuman itu seolah sedang tidak ada apa-apa di antara kami. Hingga waktu pun berlalu
begitu cepat, seolah tidak terasa bahwa ada ketidak nyamanan terjadi antara
satu sama lain. Sehingga membuat senyuman itu perlahan hilang, bahkan tidak
terlihat lagi.
Penulis : moudy artaka
0 Comments