Sungguh, dia yang bercadar itu membuat hati ku hanyut dan tidak bisa berhenti mengingat nya. Meski pun kita sangat jarang sekali bertemu, namun suara nya yang lembut masih terngiang di telinga. Sikap nya yang sopan juga membuat ku hanyut dan terpesona. Hati ini terasa mau lepas hingga tidak bisa berkata apa. Meski melihat wajah nya saja tidak pernah namun aku yakin ada surga di balik cadar nya.
Ya, ini adalah tulisan gue selanjut nya tentang di mana gue
jatuh cinta dengan seorang wanita bercadar. Di tulisan sebelum nya gue udah bahas di mana gue jatuh cinta dengan
seorang wanita, di mana dia sangat sholeha dan sangat menutup diri dengan lawan
jenis nya. Hal tersebut terlihat dari cara dia berpakaian dan juga tutur kata
nya yang lembut, jujur perempuan bercadar itu membuat gue terpesona.
Nah, dari sini lah gue mengenal Anna lebih dekat dan kami
pun saling tukar fikiran mengenai penelitian yang akan kami kembangkan.
Ternyata selain sholeha, Anna di kenal sangat pintar dan bisa memberikan
argumen yang masuk akal jika di ajak diskusi. Setelah gue cari tau ternyata di
jurusan nya, Anna adalah salah satu mahasiswa yang berperstasi dengan ipk 3,9.
Dengan begitu jiwa minder gue mulai bangkit. Di mana gue hanya mahasiswa
biasa-biasa aja dan gak terlalu mentingin IPK. Tapi kata teman-teman sih gue
pandai ngomong dan bisa berargumen dengan logis. Itu maka nya gue di pilih
dosen untuk ikut dalam penelitian di kampus gue.
Siang itu kami pun janjian untuk melanjutkan pembuatan
proposal penelitian, gue duduk sendiri sembari mendengarkan music di kantin.
Suasana kantin saat itu sangat ramai dan banyak pengunjung yang makan atau
sekeder menikmati Wifi gratis. Tidak berselang lama gue melihat sesosok wanita
bercadar merah berjalan sembari memegang tumpukan buku. Lama-kelamaan wanita
tersebut mendekat dan menyapa gue. Gue langsung gugup dan bicara dalam hati
mungkin ini Anna. Hingga sekarang tatapan itu masih terbayang, meski gue gak
tau wajah Anna bagaimana, tapi entah mengapa setiap Anna menatap gue hati gue
menjadi bergetar.
Nah, dari situ kami pun mulai dekat dan saling cerita-cerita
tentang kehidupan kita masing-masing. Namun selang beberapa lama penelitian
kami pun di hentikan oleh pihak kampus. Karena terkendala biaya dan juga
Infrastruktur yang tidak memadai. Semenjak saat itu gue gak pernah mendengar
kabar nya lagi, di tambah lagi di masa pandemi saat ini semua perkuliahan di
adakan rumah. Dengan begitu sangat jarang sekali melihat nya lagi, atau
jangan-jangan kami tidak lagi di takdirkan untuk bertemu oleh Allah.
Hingga sekarang gue gak tau seperti apa wajah di balik cadar itu, wajah itu yang membuat gue gak bisa tidur dan juga selalu terfikir dengan nya. Meski tidak pernah melihat nya tapi gue yakin dari lubuk hati yang terdalam bahwa ada surga di balik cadar itu.
0 Comments